YOGYAKARTA – Program studi Hukum Islam (Syariah) Fakultas Ilmu Agama Islam
(FIAI) UII menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Mediasi dan
Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, Agenda dan Problematika” pada
Sabtu, (21/01). Seminar ini dihadiri sekitar 140 peserta mulai dari ketua
dan hakim pengadilan tinggi agama, ketua dan hakim pengadilan agama sejawa,
fakultas syariah di pulau jawa, para dosen dan lawyer serta mahasiswa.
Dekan FIAI, Dr. Drs. H. Dadan Muttaqien, SH, M. Hum mengatakan seminar ini
digagas untuk melihat masa depan tentang bagaimana keadilan bisa dirasakan
oleh seluruh anak bangsa. Selain itu untuk menjawab
permasalahan-permasalahan yg terjadi dalam private law di mana tidak
semuanya harus diputuskan lewat putusan pengadilan. Hal ini terkait dengan
masalah manusia dan kemanusiaan. Untuk itu menurutnya FIAI ikut terpanggil
mengatasinya sehingga seminar ini dianggap agenda yang substansial dan
harus dipikirkan bersama.


Rektor UII Prof. Dr. Edy Suandi Hamid mengatakan seminar ini sangat
relevan apabila dikontekskan dengan kondisi sosial masyarkat saat ini. Hal
menurutnya didasarkan pada fenomena sosial, khusunya masyarakat kurang
mampu yang minim mendapat bantuan hukum. Masyarakat yang tidak mampu dan
awam hukum dalam mengajukan perkaranya ke pengadilan sering kali dihadapkan
pada aturan dan bahasa hukum yang kadang terkesan kaku dan prosedural.
Dalam konteks ini, lanjut Prof. Edy proses pengalihan tanggung jawab dan
kewajiban konstitusional negara dalam hal bantuan hukum kepada masyarakat
harus diperhatikan. Jaminan negara ini kemudian dijabarkan dalam berbagai
Undang-Undang dan peraturan yang berkaitan dengan akses masyarakat terhadap
hukum dan keadilan. Misalnya Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama.
Jalannya Seminar
Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial, Dr. H. Ahmad Kamil, SH.,
yang bertindak sebagai keynote speaker menyampaikan makalahnya yang
berjudul “Kebijakan Mahkamah Agung Terhadap Penerapan Lembaga Mediasi dalam
Penyelesaian Sengketa Perdata”. Dalam makalahnya Dr. Ahmad Kamil menulis
bahwa seiring dengan laju perkembangan permasalahan dalam masyarakat yang
semakin kompleks, diperlukan instrumen penegakan hukum di berbagai bidang
yang lebih cepat, efektif, dan efesien.
Dengan demikian harus ada lembaga yang dapat diterima sekaligus memiliki
kemampuan sistem penyelesaian sengketa yang cepat dan biaya murah serta
sejalan dengan tuntutan yang tengah berkembang di masyarakat. Maka dari itu
Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat
menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara
di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan
dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat
memutus (ajudikatif).
Dr. Ahmad Kamil menambahkan Mahkamah Agung mempunyai komitmen yang tinggi
untuk meningkatkan keberhasilan perdamaian melalui mediasi di pengadilan
sebagai implementasi dari pasal 130 HIR dan pasal 158 RBG. Menurutnya
penyelesaian sengketa perdata di pengadilan merupakan fenomena global yang
terjadi di seluruh pengadilan di dunia dan mempunyai tingkat keberhasilan
yang cukup tinggi di beberapa Negara antara lain Jepang, Amerika Serikat,
Australia, Philiphina dan Singapore. Selain judul di atas, Dr. Ahmad Kamil
juga menyampaikan judul lainnya yaitu “Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur
Non-Litigasi – Mediasi”.
Sementara itu Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung RI
Wahyu Widiana menyampaikan makalahnya yang berjudul “Pelaksanaan Bantuan
Hukum Di Pengadilan Agama”. Wahyu menyampaikan beberapa kemajuan
implementasi bantuan hukum di Pengadilan Agama. Ia mengatakan pelaksanaan
bantuan hukum di pengadilan agama meliputi tiga hal, yaitu yakni (1)
pelaksanaan sidang keliling, (2) pembebasan biaya perkara (prodeo), dan (3)
pos bantuan hukum di pengadilan. Hal ini menurutnya dijelaskan secara
eksplisit oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10/2010 tentang Bantuan
Hukum. SEMA ini merupakan sikap peka terhadap persoalan masyarakat di
bidang hukum dan juga respon positif terhadap beberapa Undang-undang.
Wahyu menambahkan tiga hal tersebut memerankan peran yang sangat penting
dalam pemberian akses terhadap keadilan (access to justice) bagi
masyarakat. Ketiga program tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat miskin
dan mereka yang tinggal di wilayah terpencil. Masyarakat yang buta akan
masalah-masalah hukum dan tidak mampu membayar pengacara juga dapat dibantu
dengan pemberian layanan Posbakum. Data terakhir menunjukkan, bantuan hukum
di pengadilan agama sangat diminati oleh masyarakat pencari keadilan.
Dekan FIAI, Dr. Drs. H. Dadan Muttaqien, SH, M. Hum yang juga sebagai
salah satu pembicara menyampaikan makalahnya yang berjudul “Upgrading
Kurikulum Fakultas Syariah dalam Mewujudkan Sarjana Hukum Plus di
Lingkungan Peradilan”. Dr. Dadan menyampaikan bahwa telah terjadi perubahan
yurisdiksi di lingkungan peradilan yang harus direspon oleh fakultas
Syariah karena melibatkan output-nya, yaitu sarjana syariah. Perubahan
tersebut harus diikuti perubahan kurikulum di Fakultas Syariah. Tanpa
perubahan kurikulum, akan terjadi kepincangan dengan kebutuhan peradilan
agama.
Namun, menurutnya perubahan kurikulum ini tidak sekedar suatu “tempelan”,
melainkan harus bersifat substansial yang akan melahirkan kompetensi yang
cukup untuk menjalankan tugas dilingkungan peradilan agama. Ada tiga aspek
yang menurutnya perlu di-upgrade oleh fakultas syariah dalam mensikapi
perubahan yurisdiksi ini, yaitu yaitu perubahan kurikulum, peningkatan
sumber daya manusia (dosen), dan fasilitas.